바로가기 메뉴 본문 바로가기 주메뉴 바로가기
Tentang Korea

Agama Buddha

  1. Tentang Korea
  2. Kehidupan masyarakat Korea
  3. Agama Buddha

Agama Budha adalah agama filosofis yang menuntut disiplin tinggi dengan penekanan pada keselamatan pribadi melalui kelahiran kembali dalam suatu siklus reinkarnasi tanpa akhir.

Agama Budha diperkenalkan di Korea pada tahun 372 pada periode pemerintahan Kerajaan Goguryeo oleh seorang biarawan bernama Sundo yang berasal dari Dinasti Qian Qin di Cina. Pada tahun 384, biarawan Malananda membawa agama Budha ke Baekje dari Negara Bagian Timur Jin di Cina. Pada masa Kerajaan Silla, agama Budha disebarkan oleh Biksu Ado dari Goguryeo pada pertengahan abad ke-5.
Agama Budha nampaknya mendapat dukungan penuh dari penguasa Tiga Kerajaan karena agama ini sangatlah sesuai sebagai alat spiritual demi menciptakan struktur pemerintahan berdasarkan Budha, seperti raja, yang berfungsi sebagai simbol kekuasaan yang diagungkan.

Di bawah perlindungan kerajaan, banyak kuil dan biara dibangun dan jumlah pemeluk agama Budha meningkat secara tetap.

Sampai abad keenam, para biarawan dan pengrajin bermigrasi ke Jepang dengan membawa kitab-kitab suci dan artefak-artefak untuk membentuk dasar bagi terciptanya kebudayaan Budha di sana.

image
Kuil Jogyesa adalah pusat agama Budha Zen di Korea dan berada di jantung kota Seoul

Ketika Kerajaan Silla menyatukan seluruh Semenanjung Korea pada tahun 668, agama Budha telah dijadikan sebagai agama negara, meski sistem pemerintahannya masih berdasarkan prinsip-prinsip Konfusianisme.

Pilihan kaum kerajaan pada agama Budha pada periode ini menghasilkan perkembangan luar biasa dari kesenian Budha dan arsitektur kuil Budha, termasuk Kuil Bulguksa dan peninggalan-penginggalan lain di Gyeongju, ibukota Kerajaan Silla. Pemujaan negara pada agama Budha mulai menurun ketika kaum bangsawan menerjunkan diri dalam kehidupan yang penuh kemewahan.

Agama Budha kemudian membentuk aliran Seon (Zen) agar berkonsentrasi pada usaha menemukan kebenaran universal melalui kehidupan yang penuh kesederhanaan.

Para penguasa berikutnya dari Dinasti Goryeo bahkan lebih bersemangat dalam mendukung agama ini. Pada masa kepemimpinan Dinasti Goryeo, kesenian dan arsitektur Budha terus berkembang dengan dukungan terang-terangan dari kaum ningrat.
Kitab Tripitaka Koreana ditulis dalam periode ini.

Ketika Yi Seong-gye, pendiri Dinasti Joseon, mengadakan pemberontakan dan memproklamasikan dirinya sebagai raja pada tahun 1392, ia mencoba menghapus seluruh pengaruh agama Budha dari pemerintahan serta mengadopsi Konfusianisme sebagai pedoman pengelolaan negara dan moralitas. Sepanjang lima abad pemerintahan Dinasti Joseon, segala upaya untuk menghidupkan kembali agama Budha mendapat perlawanan keras dari para cendekiawan dan pejabat Konfusian.

image
Festival Lentera Teratai
Festival Lentera diselenggarakan untuk memperingati kelahiran Budha
pada akhir pekan sebelum tanggal tersebut(8 April pada kalender bulan)

Ketika Jepang mengambil alih pemerintahan Joseon secara paksa sebagai penjajah pada tahun 1910, Jepang melakukan upaya-upaya untuk mengasimilasi sekte-sekte agama Budha Korea dengan sekte-sekte agama Budha di Jepang.

Namun, upaya-upaya ini gagal dan bahkan berakibat pada bangkitnya minat akan agama Budha pribumi di antara rakyat Korea. Pada beberapa dekade terakhir ini, telah terjadi semacam kebangkitan kembali yang melibatkan upaya-upaya untuk menyesuaikan ajaran Budha dengan perubahan-perubahan yang terjadi dalam masyarakat modern. Bila sebagian besar biarawan tinggal di daerah-daerah pegunungan, mendalami dalam disiplin diri dan meditasi, beberapa biarawan turun ke kota-kota untuk menyebarkan ajaran agama mereka. Terdapat sejumlah besar biarawan yang mengadakan penelitian-penelitian mengenai agama baik di dalam maupun di luar Korea.

Seon (agama Budha Korea yang berorientasi pada meditasi) jelas sekali telah mengalami perkembangan dengan banyaknya warga negara asing yang mengikuti jejak biarawan-biarawan Korea yang dipuja-puja melalui latihan di Kuil Songgwangsa di Provinsi Jeollanam-do dan pusat-pusat aliran Seon di Seoul dan kota-kota provinsi.

image
Mugujeonggwang Daedaranigyeong (Cahaya Murni Dharani Sutra)
yang telah direstorasi. Balok-balok kayu paling tua di dunia yang pernah ada
digunakan untuk mencetak dokumen ini.